Pernah saya menulis di postingan FB saya, bahwa ada satu adab berdoa kepada Tuhan yang jarang sekali disadari bahwa ini sangat penting.
Apa itu?
Perbanyak menyapa persedikit meminta.
Atau kalau memang sedang banyak yang diinginkan, maka silahkan perbanyak meminta dan jauh lebih perbanyak lagi menyapa.
Cara ini tak lain dan tak bukan adalah cara untuk mempersuasi Tuhan.
Ya, Anda tidak salah membaca kok.
Dalam aktivitas persuasi dikenal satu teknik yang bernama Yes-Set. Di mana ketika seseorang diarahkan untuk berkata “ya” sebanyak minimal tiga kali, maka pikiran bawah sadarnya akan cenderung berkata “ya” juga berikutnya.
Misalnya saya pernah dihubungi oleh operator telepon rumah yang ingin menawarkan layanan tertentu.
Si mbak yang menelepon saya sejak awal sudah berkata begini…
“Betul ini rumah bapak X (dia menyebutkan nama ayah saya sebagai pemilik rumah)?”
“Betul nomor bapak 024-sekian ?”
“Beralamat di sini (menyebutkan alamat saya) ya pak?”
“Baik Pak, kami ada penawaran bla bla bla, boleh saya jelaskan tentang penawaran tersebut, bapak?”
Bisa diamati, tiga pertanyaan di awal semuanya memicu saya berkata “ya”, “betul”, “he’em”, atau apapun yang pada intinya adalah persetujuan.
Sehingga tepat pada pertanyaan keempat, saya atau siapapun yang ditelepon akan cenderung berkata “ya” juga.
Mulai dari situlah ketika si mbak ingin menawarkan sesuatu biasanya cenderung lebih didengarkan.
Nah, ternyata dalam berdoa pun sama.
Waktu saya belajar ilmu Spiritual Neuro-Linguistic Programming yang dibimbing oleh guru saya Ki Noeryanto A. Dhipuro, saya di ajari teknik Yes-Set ini juga untuk mempersuasi Tuhan dalam ritual doa.
Cuma, tentu saja caranya berbeda…
Dalam berdoa, di awal kita menggunakan bahasa sapaan-sapaan tertentu beberapa kali…
Misalnya…
“Ya Rabbana…” (Wahai Tuhan kami)
“Ya Maulana…” (Wahai penolong kami)
“Ya Rahman…” (Wahai Yang Maha Pengasih)
“Ya Rahim…” (Wahai Yang Maha Penyayang)
“Ya Hayyu Ya Qayyum” (Wahai Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri)
Nggak harus pakai bahasa Arab sih. Bisa juga dengan bahasa apapun.
“Ya Allah, Engkau Yang Mengatur segala urusan.”
“Bagi-Mu mudah sekali membolak-balik keadaan.”
“Bagi-Mu mudah sekali mengabulkan permohonan.”
Dan semacamnya…
Kalau dalam bahasa manusia, tentu Tuhan akan berkata “ya”, karena memang Dia memang punya sifat-sifat tersebut.
Dengan begitu harapannya Tuhan akan berkata “ya”, saat berikutnya kita sisipkan keinginan kita di dalam doa tersebut.
Sudah paham?
Saya tahu mungkin di antara Anda ada yang sejak awal bertanya-tanya, “Tuhan kok dipersuasi atau diakali sih?” hahaha
Awalnya saya juga menyangka demikian.
Sampai ketika saya rutin melakukan berdoa dengan cara ini, saya merasakan sangat nyaman, saya merasakan adanya keterhubungan, gemuruh ragu di dada saya hilang, saya merasakan lenyapnya keraguan akan terkabulnya doa.
Apa yang terjadi sebenarnya?
Setelah saya telusuri, pada saat mempraktikkan teknik “Yes-Set” dalam berdoa kepada Tuhan ini, saya kira saya sedang mempersuasi Tuhan. Ternyata saya salah.
SAYA BUKAN MELAKUKAN “YES-SET” ATAU PERSUASI KEPADA TUHAN, MELAINKAN KEPADA DIRI SAYA SENDIRI.
Saya sedang membuat diri saya sendiri setuju bahwa Tuhan-lah yang menghandle semuanya.
Sehingga kira-kira ketika saya melakukan itu, yang terjadi di bawah sadar saya seperti ini…
“Ya Rabbana” (Yang sedang kamu sapa itu Tuhan kita lho Syiid.)
“Ya Maulana” (Dia itu bener-bener Yang Menolong kita selama ini lho Syiid.)
“Ya Rahman” (Dia itu Yang Menanamkan dan Memberi kasih sayang ke dirimu)
“Ya Hayyu Ya Qayyum” (Bener kan, Dia itu Maha Hidup dan nggak butuh sandaran”)
“Ya Allah, Engkau Yang Mengatur segala urusan.” (Oh iya ya, semua ini Dia yang mengatur)
“Bagi-Mu mudah sekali membolak-balik keadaan.” (Oh iya ya, semudah dan secepat kilat keadaan bisa berubah kalau Dia berkehendak)
“Bagi-Mu mudah sekali mengabulkan permohonan.” (Jelas mudah banget)
Sehingga ketika saya mulai berdoa dengan menyampaikan keinginan saya, misalnya…
“Ya Allah, mudahkanlah urusan saya yang itu”, otomatis pikiran bawah sadar saya yang sudah setuju bahwa Tuhan itu sebegitu hebatnya akan sangat nyaman dengan permintaan tersebut.
Seolah-olah pikiran bawah sadar saya berkata “Iya, Tuhan mudah banget kok mengabulkan itu semua, kamu tau sendiri tadi, betapa hebat kuasaNya?” tanpa ada bantahan sama sekali.
Dan percaya atau tidak, pada saat itu saya sudah otomatis merasa bodo amat mau doanya dikabulkan atau tidak. Karena perasaan nyaman tadi itu sudah sangat mengasyikkan dan “memabukkan”.
Amazing kan?
Ini didapatkan hanya dengan memperhatikan etika/adab berdoa tadi, yaitu :
“Perbanyak menyapa persedikit meminta. Atau kalau memang sedang banyak yang diinginkan, maka silahkan perbanyak meminta dan jauh lebih perbanyak lagi menyapa.”
Makanya saya pernah sengaja ngitung ada salah satu teks doa yang dianjurkan dibaca oleh guru ngaji saya, ternyata di sana isinya ada kurang lebih 395 kali menyapa, dan permintaannya hanya satu saja, yaitu “Warhamna” (Sayangilah kami).
Atau bisa dibilang sebanyak 395 kali pikiran bawah sadar pelantunnya dituntun secara halus untuk berkata “ya”, maka kalau setelah itu ada permintaan atau keinginan tertentu, maka pikiran bawah sadar akan cenderung mustahil kalau tidak berkata “ya” juga.
Sejak saat itu pemahaman saya tentang doa dengan meminta berubah.
Tadinya saya pikir meminta itu nggak sopan, karena tanpa diminta pun sudah terlalu banyak diberi oleh Tuhan. Sebagian ajaran yang beredar juga berkata demikian.
Tapi ternyata ya nggak gitu juga, ada kenikmatan sendiri saat berdoa dengan meminta, terutama kalau kita sudah memperhatikan etika dan adab-adabnya.
Sekelas Nabi atau sekelas wali saja masih berdoa dan nggak ragu meminta, lalu kita yang bukan siapa-siapa ini mau gimana kira-kira?