Salah satu penggalan ungkapan dan nasihat yang paling populer tentang kesabaran adalah “Innallaha ma’ashshobiriin”, yang mayoritas orang memahami artinya yaitu “Allah bersama orang-orang yang sabar.
Satu hal yang menarik adalah, kata seorang guru saya yang paham bahasa Arab, makna “Innallaha ma’ashshobiriin” itu sebenarnya adalah “Allah bersama orang-orang yang penyabar” , bukan hanya “Allah bersama orang-orang yang sabar”.
Bedanya apa kira-kira?
Ternyata mirip dengan bedanya antara penyanyi dengan orang yang menyanyi. Penyanyi itu orang yang pekerjaan sehari-harinya memang bernyanyi, dia ahli dalam hal menyanyi, dan suaranya sudah pasti bagus.
Sedangkan orang yang menyanyi belum tentu penyanyi. Orang yang suaranya tidak bagus pun boleh menyanyi. Walaupun pasti yang mendengar yang jadi korban.
Nah, antara penyabar dan orang yang sabar pun kurang lebih sama analoginya. Penyabar itu adalah orang yang ahli sabar, memang sehari-harinya sabar, nggak suka menyimpan dendam, senang memaafkan, hidup dan hatinya tentram.
Sedangkan orang yang sekedar sabar saja barangkali hanya mengucapkan kata sabar, atau yang banyak juga terjadi adalah terlihat sabar di luar, tapi di dalam dirinya masih banyak menyimpan kebencian. Sabarnya belum bisa mendamaikan. Padahal tujuan dari bersabar adalah kedamaian hati, kan?
Mungkin ada benarnya kalau kata orang-orang, orang baik itu lebih cepat matinya dan orang jahat kok nggak mati-mati, mungkin ini salah satu faktornya. Karena baiknya hanya di permukaan saja, sedangkan di dalamnya ternyata berkecamuk, nggak sebaik kelihatannya. Bentuk kebaikannya masih berupa menahan emosi, belum sampai tahap menetralkannya. Sehingga emosi yang disimpan lama dan tidak pernah dikeluarkan, justru menghantam ke dalam dirinya sendiri.
Saya memahami bahwa terkadang mengekspresikan emosi seperti marah, menangis, atau berteriak itu penting. Karena dengan begitu kita tidak lama-lama memendam emosi yang bisa merusak diri. Meskipun syarat dan ketentuan berlaku, yaitu jangan sampai diarahkan ke orang atau makhluk lain. Karena nanti jatuhnya bukan mengekspresikan emosi, tapi memindahkan emosi ke yang lain.
Kembali lagi ke topik…
Jadi, sejak dijelaskan oleh Guru saya tadi, pemahaman saya berubah. Kalau kita ingin dibersamai Tuhan, jadilah penyabar. Sabar di permukaan dan sabar di dalam. Banyak-banyak memaafkan, menghindari dendam, easy going, ikhlas, pasrah, dan berserah diri kepadaNya.
Memang ada kalanya kita perlu juga menahan emosi, tapi tidak serta merta menahan. Menahannya hanya sementara, dan nanti tetap diekspresikan pada situasi, kondisi, dan tempat yang tepat, dan dengan cara-cara yang tepat plus tidak menyakiti siapapun.
Bisa dipahami ya?
Pertanyaan terakhir sekaligus bahan merenung…
Kira-kira, Anda sekarang ini termasuk penyabar atau orang yang sekedar sabar?